Tampilkan postingan dengan label catatangelo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label catatangelo. Tampilkan semua postingan

Senin, 28 Mei 2012

Catatan Penting

Jadi ada beberapa hal yang tidak penting yang sedikit mengusik pikiran saya yang kata banyak orang seperti selalu tak pernah serius. Adapun hal2 tersebut adalah:
- Banyak sekali orang yang berpendapat bahwa setiap orang bebas berpendapat. Tetapi kenapa ya, orang-orang yang berpendapat bahwa setiap orang bebas berpendapat tampaknya tidak membebaskan orang lain punya pendapat untuk memaksakan pendapat. Oh, bebaskanlah. Apakah saya salah memahami? Biarkanlah, toh bukankah ada yang berpendapat bahwa setiap orang bebas mempunyai pemahaman dan pandangan sendiri? Kalau ternyata pendapat saya ini salah, terima saja, saya juga terima akan konsekuensi atas kesalahan pendapat saya termasuk ketidaksukaanmu atas kesalahan saya, toh saya juga tidak suka kamu yang tidak suka saya.
- Bebas, oh bebas, tentu kita semua bebas mau melakukan apa saja di dunia ini. Mau jungkir balik, kayang, maupun jalan-jalan telanjang tak pakai baju. Dan tentu saja empunya dunia ini juga bebas memperlakukan dunia yang dimilikiNya termasuk memberikan tanggapan terhadap apa pun yang kita lakukan di dunia milikNya. Adilkah? Ah, saya mah terserah sama siapa yang menciptakan keadilan saja.
- Pidi Baiq, seorang ayah yang menurut saya dia yakin bahwa dia adalah ayah terkeren di dunia pernah menulis bahwa kalau bangsa kita ini adalah bangsa pembantu, maka jadilah pembantu yang profesional. Hal ini saya sampaikan pada ayah saya yang kekerenannya sebagai ayah akan saya lampaui nanti insyaAlloh (tolong tak perlu bilang saya narsis, cukup aminkan saja, siapa tahu yang akan punya ayah keren ini adalah nanti anakmu) dan ayah saya setuju bahwa meskipun maknanya baik, tapi akan banyak orang yang tak suka dengan pernyataan tersebut. Jadilah saya kemudian berpikir dan bertanya-tanya meski tak sampai saya tanyakan pada rumput yang bergoyang (maafkan aku, wahai Ebiet G. Ade). Oh, mengapakah mereka yang di sini sering latah kita sebut ekspatriat sedangkan saudara-saudara kita di seberang sana disebut TKI/ TKW?
- Teman kantor saya yang biasanya berambut gondrong, lebih gondrong dari rambut saya punya, tiba-tiba muncul dengan penampilan baru dimana rambutnya telah terpangkas pendek. Tak lama kemudian, dia menikah. Oh, ini saya sudah potong rambut yang kata banyak orang saya jadi tampak jauh lebih ganteng, apakah tak lama lagi akan menikah?
Jadi, apakah hal-hal di atas adalah sesuatu yang penting untuk diutarakan ketimbang diselatankan? Jika menurut Anda bukan hal penting, taklah mengapa karena memang saya suka menjadikan penting hal-hal yang tak penting bagi Anda. Kalaulah ada hal-hal lain yang menurut Anda penting, saya juga beranggapan itu hal yang penting, sedemikian pentingnya hingga saya dengan akal tak seberapa ini tak dapat membantu Anda memikirkannya. Lagi pula, belum tentu ada yang baca tulisan saya, hahaha.

Kamis, 03 Mei 2012

Ayah-Ibu VS Bokap-Nyokap

Dalam celotehan saya yang tidak begitu penting ini, saya akan menggunakan istilah "bokap" dan "nyokap" yang merujuk pada orang tua laki-laki dan orang tua wanita. Saya gunakan istilah tersebut bukan dengan niat agar tampak gaul, tetapi hanya usaha untuk meminimalisir kesulitan memahami tulisan saya yang memang tampaknya sulit dipahami ini. Saya yakin tidak ada seorang anak pun yang ketika di rumah berkata,"bokap, pinjam motor ya" atau "nyokap, aku minta uang dong buat beli buku".

Apa panggilan anda pada bokap dan nyokap? kalau saya memanggil bokap dan nyokap di rumah dengan panggilan ayah-ibu. 
Entah bercanda atau serius, nyokap saya dulu bilang bahwa awalnya mereka ingin dipanggil papi-mami. Hal itu tidak mungkin katanya, mereka tidak mau jika anak-anak mereka dikira memanggil bokapnya dengan nama panggilan (dikira-kira saja ya nama bokap saya siapa). Tidaklah sopan sapaan demikian di dalam budaya kita nusantara. Namun tetap saja sering terjadi kesalahpahaman di rumah soal sapaan tersebut. Kami di rumah terbiasa menjawab panggilan dengan "ya" atau "iya". jadi kalau nyokap memanggil kami -- anak-anaknya-- dari dapur, maka ketika kami menjawab panggilan nyokap tersebut, bokap juga akan menjawab. Kira-kira dialognya seperti ini:
Nyokap di dapur: "Ariiiip..."
Saya di kamar: "Ya...."
Bokap di ruang tengah: "Iya..."
Nyokap di dapur: "ambilin daun salam di kebon..."
Saya di kamar: "Iya...."
Bokap di ruang tengah: "Ayah di sini, kamu aja yang ke sini"

Dulu saya bertemu seorang ikhwan yang sedang menggendong anaknya. Teman saya menyapa sambil bertanya pada anaknya,"mana Ummi-nya?". Sang ikhwan menjawab,"Ga punya Ummi, adanya Ibu. Hehe, ayah-ibu saja". Sang ikhwan itu tak mau dipanggil Abi karena nama istrinya adalah Ummi (eh, atau Emi? atau Rahmi, atau? ya sudah, bukan nama sebenarnya). 

Jadi, kalau nanti menjadi orang tua, panggilan apa yang anda inginkan dari anak-anak anda?

Kalau saya saya sih tergantung ya, tergantung siapa nanti yang akan jadi nyokapnya anak-anak. Kalau nanti nyokapnya anak-anak bernama Emma, Irma, Rima, (bukan nama sebenarnya) saya tidak mau dipanggil "papa". Yang terpikirkan bebas dari misinterpretasi sampai saat ini adalah ayah. Bukan hanya karena saya suka dengan contoh dari orang tua saya, tetapi juga saya belum pernah menemukan nama wanita yang berakhiran "Bu". Eh, tetapi agak sulit juga dipanggil ayah, jika nanti nama ibunya anak-anak adalah Linda, Rida, atau Amanda, atau yang sejenisnya (tentu ini juga bukan nama sebenarnya). Saya yakin anda paham maksud saya.

Demikianlah, dulu saya beranggapan sebuah panggilan atau sapaan untuk orang tua itu selalu berpasangan: mama-papa, mami-papi, ayah-ibu atau ayah-bunda atau bapak-ibu. Ternyata tidak selalu berpasangan. Saya agak kaget ketika seorang teman saya memanggil ibunya dengan "mamah", sedangkan ayahnya dipanggil "ayah". Rasanya tak biasa. Begitu juga agak sedikit heran melihat paman saya dipanggil "babe" oleh anak-anaknya, tetapi anak-anaknya memanggil nyokap mereka "mama". ini mungkin saja karena Bibi saya itu tidak pede dipanggil "enyak" kali ya, hihihi.

Selain panggilan umum yang kita kenal ada juga panggilan yang unik di luar kebiasaan. Ada yang memanggil ayahnya "Bi", tanpa "a" di depannya. Awalnya kami kira maksudnya adalah "Abi". Ternyata anak-anak itu mengikuti kebiasaan nyokap mereka yang selalu memanggil suaminya dengan panggilan "Bang Di" (nama sebenarnya atau bukan, abaikan saja), yang didengar anak-anak hanya huruf depan dan huruf akhirnya saja. Ahahaha...

Baiklah, sekarang saya sudah dapat menerima bahwa tak selamanya panggilan khusus untuk bokap-nyokap harus selalu berpasangan sesuai kebiasaan. Yang masih berat saya terima adalah ketika mendengar atau membaca pasangan yang saling memanggil menggunakan sapaan yang biasanya khusus untuk bokap-nyokap, bukan dalam rangka untuk membiasakan anak-anak mereka menyapa demikian, karena jangankan punya anak, menikah saja belum.

Jadi, akan dipanggil apakah anda oleh anak-anak anda nanti? bagaimana kalau dipanggil "Bokap" dan "nyokap" saja? Hehehe7

Rabu, 21 Maret 2012

Catatan Sepotong Roti

Pada hari Rabu, iya hari Rabu, saya membaca harian Kompas Minggu (18/03/12). Ada artikel menarik yang mengulas roti khas di beberapa kota di Indonesia. Membaca ulasan artikel tersebut mengingatkan saya tentang beberapa hal terkait roti.

Dulu, saya pernah berkeinginan untuk membuka toko roti. Bukan, bukan karena saya jago membuat roti. Entahlah, tetapi saya suka roti, suka aromanya, suka teksturnya ketika digigit. Salah satu yang juga menginspirasi saya untuk punya toko roti adalah sebuah telenovela. Saya pernah sekilas melihat telenovela yang salah seorang tokohnya punya toko roti. Tokoh tersebut bilang bahwa dengan tokonya itu memang belum tentu membuat mereka jadi kaya, tetapi setidaknya dijamin tidak akan kelaparan.

Bicara soal aroma roti yang menggoda. Saya pernah menemukan sebuah sumber yang mengatakan bahwa aroma menyengat yang seketika membuat ileran dan keroncongan pada toko-toko roti terkenal di mall bukanlah dari dapur mereka, tapi dari sejenis pengharum ruangan yang beraroma roti. *Bah, shut up ’n take my money!

Ketika dulu ibu saya membuat roti, ibu menyerahkan adonan yang sudah jadi kepada saya. Saya senang sekali karena bisa bebas bereksperimen membuat bentuk-bentuk aneh. Ayah saya memuji roti hasil bentukan saya yang katanya bagus sekali. Haha, tentu ayah tidak tahu, sebelum dipanggang adonan roti itu saya bentuk menjadi tokai seperti yang biasa digambarkan dalam manga terutama Sinchan. Hihi, yang penting enak ketika sudah masuk mulut. *rainbow puke
Saya juga punya beberapa pengalaman terkait mengolah roti sebelum dimakan. Roti yang sudah disimpan lebih dari dua hari biasanya mengeras. Untuk melunakkannya kembali agar enak dimakan cukup dengan cara dipanaskan. Memanaskannya bisa dengan cara dipanggang atau dibakar. Jika sobat tidak punya panggangan roti atau toaster, bisa menggunakan wajan. Tidak perlu pakai minyak goreng, cukup taruh di atas wajan panas, jangan lupa dibolak-balik. Cara lain adalah dengan disetrika, penting untuk diperhatikan untuk tidak perlu disemprot pelicin. Silakan komentar saya ini gila. Teman satu kos saya juga dulu bilang demikian. Tetapi nyatanya, mereka mengikuti jejak saya, haha...

Ada yang tahu roti sumbu? Ini adalah salah satu roti khas Indonesia. terbuat dari singkong yang direbus. Yap, cukup direbus, kemudian jadilah roti sumbu. Kau akan lihat di tengah-tengahnya ada sumbunya. Hehe

Saya juga seringkali bingung. Pernah teman saya menawari roti yang baru saja dibelinya. Belasan tahun saya hidup di negeri ini, yang saya tahu pasti apa yang disodorkan teman saya adalah biskuit. Oh, betapa sedikitnya perbendaharaan kosa kata yang saya pahami.
Kebingungan yang lain disebabkan oleh tante saya. Pernah tante saya pergi ke warung, katanya hendak membeli roti jepang. 

Saya yang penasaran tentu saja menanti-nanti kedatangannya ingin melihat dan tentu saja mencicipi seperti apa roti tersebut. Saya curiga, rotinya habis dimakan tante di jalan karena tak mau membaginya pada saya. Sampai sekarang, saya tak pernah tahu apa gerangan roti jepang itu. Namun dari info yang beredar, roti jepang punya nama alias yaitu roti sobek. *Aarrghh... tak sobek-sobek..

Yang paling membuat saya bingung dan geli adalah saat membaca kisah tentang orang yang memakan tuhannya. Dia membuat tuhan dari roti. Dibentuknya sedemikian rupa. Beribadahlah dia kepada tuhan roti tersebut. Namun, ketika merasa lapar dan tak ada makanan sedikitpun, maka dimakanlah tuhannya itu.

Dan sungguh saya kagum, bagaimana cara seorang ulama menunjukkan bahwa di Al Quran ada penjelasan cara membuat roti. Beliau diminta bukti bahwa Al Quran menjelaskan semua hal termasuk cara membuat roti. Maka sang Ulama mengajak orang yang bertanya untuk menemui ahli masak di sebuah dapur. Kata beliau,”Bertanyalah kepadanya, karena di Al Quran disebutkan ’bertanyalah pada ahlinya, jika kamu tidak mengetahui’”. Yang dimaksud ”ahli dzikr” dalam An Nahl:43 adalah orang yang memiliki ilmu. CMIIW.

Senin, 16 Januari 2012

Karena Kita Merasakan Hal yang Sama

Tadi malam, maksud saya beberapa jam lalu, berbincang-bincanglah kita mengenai hal-hal yang dapat diperbincangkan. Entah dari mana, muncullah topik mengenai makhluk KW yang biasa disebut bencong. Apakah istilah bencong masih lazim digunakan saat ini? Tak apa, saya pakai saja istilah itu, bencong. Sumpah, saya tak bermaksud merendahkan sama sekali karena saya yakin pastilah saya yang lebih rendah, boleh kita ukur pakai meteran.

Wanita itu mengungkapkan perasaannya. Dia merasa heran kenapa para lelaki yang ia ketahui sangat takut terhadap bencong. Waktu kuliah dulu, katanya, jika berjalan berombongan dengan para lelaki kebetulan akan berpapasan dengan sekelompok bencong, pastilah para lelaki itu bertingkah aneh. Para lelaki itu tampak seperti ketakutan, malah terkesan minta dilindungi oleh para wanita. Intinya, para lelaki berusaha menjauh dari jangkauan para bencong.

Saya, yang juga memilih menjauh dari jangkauan para bencong jika seandainya berpapasan, agak bingung bagaimana cara menjelaskan fenomena di atas. Teman saya yang lebih bijak dari saya mencoba menjelaskan dengan perumpamaan.

Teman saya bertanya pada wanita yang bertanya,"Bayangkan, apa yang kamu rasakan jika seandainya ada seorang lelaki tak dikenal tiba-tiba datang menghampirimu. Kemudian dia menggodamu, lantas tangannya mencolek-colek serta menggerayangi tubuhmu?"

Sang wanita hanya menjawab dengan ekspresi wajahnya serta bersuara,"Hiiiiii...."

"Nah, kami para lelaki pun merasakan hal yang sama." Sungguh jawaban yang tak terbayangkan oleh saya sebelumnya.

 

Maaf saya hanya ingin menulis. Semua bahan bermutu yang ingin saya tuliskan sudah menguap entah ke mana. Seharusnya saya tak membuka FB menggunakan notebook. Akibatnya saya jadi susah tidur. Semoga dengan selesainya saya mengunggah tulisan ini, saya bisa langsung tertidur. Dan saya memilih untuk menutup mata dengan tersenyum. Jangan lupa berdoa ya, dan juga doakan saya.:)


ps: ini diambil dari catatan yang saya tulis di FB note saya

Senin, 02 Januari 2012

Kisah Lelah di Akhir Tahun: Bagian 1

Apa yang sobat rasakan menjelang berakhirnya tahun 2011? Terus terang saya merasakan kelelahan. Tiga bulan di akhir tahun dihadapkan dengan jadwal yang begitu padat. Training sepanjang hari sampai meeting sampai tengah malam. Saya yakin saya menjalaninya dengan senang dan bersemangat, senyum ceria dan canda tawa. Namun, saya tak bisa memungkiri bahwa tubuh saya kelelahan.

Di bulan Desember, sembari menunggu kesempatan cuti, saya berusaha memanfaatkan benar celah-celah waktu di akhir pekan. Meski saya harus mengorbankan sabtu siang yang seharusnya libur, jadwal sore-malam mingguan sedikit pun tak boleh diganggu. Latihan Aikido menjadi menu wajib, dilanjutkan futsal sampai tengah malam (kadang-kadang futsal saya lewatkan demi memperpanjang kencan dengan Aikido:D). Yup, dibanting-banting dan meringis keenakan karena dijepit dan dikunci di dojo, berlanjut lari-lari kesana-kemari tendang kaki orang, ups, bola di lapangan futsal. Menyenangkan? Awalnya iya. Malamnya dalam tidur saya bermimpi memikirkan pekerjaan, lalu terbangun dengan kondisi kepala yang rasanya mau pecah. Saya tidur dengan kepala bersujud, pan*at nungging, komat-kamit istighfar. Alhamdulillah, saya masih ingat untuk istighfar. Akhir pekan berakhir dengan tepar di atas ranjang:D

Akhirnya pekan ke-2 terakhir di 2011 mendekat, yang berarti tingkat kesibukan mencapai puncak, lalu menurun. Anehnya kesibukan saya bertambah. Selain mengejar penyelesaian kerjaan kantor, ditambah sibuk cari-cari info dan teman untuk liburan. Saya pun menjadi semakin sadar, bahwa tubuh ini punya hak istirahat dan berlibur. Bukan cuma sepatu wanita yang punya hak, (lho).

Senin, 11 April 2011

Nafsu Besar, Tenaga Kurang

Jadi, apa ya yang mau saya tulis di sini. Sungguh, tadi setelah membaca tulisan-tulisan dari orang-orang yang saya kagumi, --baik yang saya kenal langsung maupun hanya saya kenal tulisannya saja-- begitu meletup-letup semangat saya untuk menulis. Menulis apa? Apa ya?

Perkataan klise mengatakan,"nafsu besar, tenaga kurang". Mungkin demikianlah keadaan saya sekarang. Begitu bernafsu untuk menulis. Banyak ide-ide berkelebatan di dalam kepala. Tapi apa daya tahan tak sampai.

Bagaimana kalau saya tuliskan saja poin2 yang peristiwa, ide, atau apalah itu. Mungkin Saudara-saudari yang membaca (mungkinkah ada?) bisa mendapatkan ide untuk meluaskannya menjadi suatu tulisan tersendiri.

- Saya percaya bahwa pendapat PidiBaiq ada benarnya bahwa beliau berpendapat Gus Dur tidaklah benar. Anggota DPR tidak mungkin masih anak TK!

- Masih ingatkah Anda tentang angin muson timur? Angin muson barat? Pancaroba? Tidak ingat? Tak apa-apa, sepertinya sekarang sudah kadaluarsa.

- Temanku baru menikah. Dia bertanya kebingungan,"SIM, STNK, KTP ada masa berlakunya, kok di buku nikah saya tidak dicantumkan ya?"

- Temanku yang belum menikah bisa menghipnotis ponakannya. Kalau ponakannya nakal, dia cukup memelototinya. Kemudian ponakannya akan menjewer kupingnya sendiri

- Dulu ayahku mengajari cara membuat pelangi. Dengan cara menyemburkan air ke arah datangnya matahari. Kini aku diajari oleh seorang ayah, yang bukan ayahku yang mengaku sebagai ayah terbaik di dunia, cara membuat air hujan berwarna-warni. Bubuhkan saja wantek bermacam warna di genteng

- Temanku yang sedang pusing urusan wanita jadi rajin menelepon diriku. Padahal aku ini tak tahu apa-apa mengenai masalah wanita. Bahkan biasanya akulah yang sibuk menelepon temanku itu, jika pusing dalam urusan wanita. Bah. Yang kami cari mungkin bukanlah solusi, tetapi sekedar teman berbagi, juga topangan untuk menguatkan diri. Aku lebih ganteng, sayangnya dia lebih tinggi. Syukurnya, selera kami tidaklah serupa

- Nanti akan kulanjutkan, kalau kerjaan kembali menggunung tinggi...

 

Jabung, April 2011   

Jumat, 30 Juli 2010

Aipi Men 2

Di dalam sebuah angkot terdapatlah seorang makhluk berjenggot yang dengan pedenya naik sendirian. Baru kali ini sang Jengis alias Jenggotan tapi Manis naek angkot di kota gajah. Kebetulan di dalam angkot juga ada beberapa remaja putri berseragam pramuka. Para remaja itu pun memeriahkan suasana angkot dengan berbincang tentang film-film saru (eh, seru) yang baru nongol di bioskop. Beberapa judul mereka sebutkan, tapi kuping Jengis yang rada bolot Cuma nangkep “aipi men 2”. Si Jengis pun mengernyitkan sebelah alisnya, bingung dia film apa yang dimaksud.
“Owh, yang kalian maksud itu Ip Man 2 ya? Bacanya Yip Man tau” Jengis pun ikut nimbrung obrolan, tapi dalam hati. “Cakep2 gitu aj kok ga tau”
Jengis pun manggut2, inget dulu ketika menemukan komik jahil yang berjudul “Benny and Mice”. Judulnye Amrik, tapi kok kelakuannye Indonesie banget ye. Eh, ternyata salah ucap, mestinya dilafalkan beni dan mice, ejaan Indonesia, asli. Lha wong yang bikin komik namanya Benny Rahadi dan Muhammad Misrad alias Mice.
Jadi inget juga dengan sebuah salon di sekitar Cileunyi, di perjalanan antara Bandung-Jatinangor, ada salon yang bernama “City Salon”. Keren kan namanya? Ternyata salon itu dimiliki oleh seorang yang bernama Siti.
Para remaja itu pun turun dari angkot, tidak lupa memberi kiss by kepada si jenggot (ngarep). Tak lama kemudian Jengis pun tersadar, kok angkot kembali di tempat semula dia naik tadi.
“Hypermartnya udah lewat, Mas”
“Panggil saya ‘Bang’”
“Hypermartnya udah lewat, Bang”
“Lho, yang mana sih? Saya dari tadi kok bisa ga liat? Apa dari tadi nih angkot ga jalan?”
“Itu tadi yang gede di sebelah kiri. Ini angkot sudah muter satu rit, Bang, situ aja ga turun-turun.”
“Kamu tadi panggil saya apa?”
“Bang”
“Ini 2 rebu”
“Kurang, Bang, kan naeknya dua putaran”
“Tadi Kamu panggil Saya apa?”
“Bang”
“Ini saya tambah lagi 2 rebu, ga usah dibalikin. Makasih ya”
Jengis pun tersadar bahwa Hypermart yang dimaksud adalah Central Park. Central Park adalah nama Mall yang di dalamnya ada Hypermart. Kebo punya susu, sapi punya nama.
Akhirnya Jengis pun naik bis, berharap bertemu makhluk yang manis-manis. Tiba-tiba hapenya meringis, ada es-em-is dari seorang yang juga manis. Berbunyi: “Nak, skr d bndr lmpg? Kpn blk lg k Beckry?”
Dibalaslah oleh Jengis: “Iy, Bu. Balik ke Bekri senin pagi, iA”
“bekri? Oh, gt tulisanny. Pantesan Ib bingung. Katanya ngangon sapi, kok di toko roti”
Lalu terdengarlah suara seorang yang teriak-teriak meski bukan tarzan, sambil bergelantungan meski bukan monyet,”Basah! Basah! Basah!”. Jengis pun melihat pada celananya.
“Basa! Basa! Rajabasa!”. Jengis pun menepuk dahinya.
“Basah! Basah! Basah… seluruh tubuh….”. Pak sopir pun mengeraskan suara tape.
(Awalnya Saya berkehendak untuk memiringkan setiap kata yang tidak baku menurut Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setelah Saya perhatikan dengan seksama, lebih baik Saya miringkan semua.)

Kamis, 12 Februari 2009

Telur Dodol


Wah, ternyata udah lama juga ya ni blog ga gw sentuh2. Dari kemaren2, skripsi mulu yang gw kerjain.padahal biasanya yang gw kerjain tu orang, alias ngerjain orang, hehe…77

Gw jadi inget masa-masa dulu neh. Temen-temen pernah ga ngalamin hal yang sama? Zaman dulu ntu, orang-tua kita dulu sering meminjam barang dengan sesama tetangga. Uniknya, yang dipinjam adalah barang konsumsi, seperti misalnya beras, minyak goreng, sampe kecap sekali pun.

Kalo pinjam-meminjam kecap, gw pernah ngalamin, waktu masih SD. Sebenernya sih ga minjam, karena sedikit, ya dikasih aja sama tetangga. Gw waktu tu disuruh Ibu minta kecap sama tetangga. Kata Ibu tanggung buat beli, soalnya perlu buat masak. Kalau beli kelamaan. Maka, pergilah gw ke rumah tetangga yang baik hati tersebut. Adek gw yang waktu tu masih imut, tapi nakalnya amit-amit, ikut nemenin gw ke tetangga. Pas lagi jalan dari tetangga menuju rumah, ternyata adek gw penasaran dengan apa yang gw bawa. Dia ga percaya kalau gw bilang bahwa yang gw bawa ntu adalah kecap. Kebetulan, wadah yang dipake untuk bawa kecap adalah cangkir. Adek gw ngerebut  cangkir yang berisi kecap dari tangan gw, lalu meminumnya. Barulah dia percaya bahwa yang gw bawa beneran kecap, bukan kopi.

Nah, zaman kuliah sekarang, pinjam-meminjam barang konsumsi pun masih berlaku di kos-kosan gw. Komoditi yang di-pinjam-meminjamkan berupa mie, kopi, susu, teh, sampe telor. Sedangkan untuk beras, kami patungan beli untuk cadangan sebulan.

Kemaren, karena males keluar buat beli sarapan, gw pun berinisiatif untuk meminjam telor sama teman 1 kosan. Gw pun segera memecahkan cangkang telor itu, menuangkan isinya ke dalam mangkuk, mengaduk-aduk hingga menyatu kuning dan putihnya. Masukkan garam beberapa jumput. Masukkan gula, beberapa jumput, iya, gula pasir beneran. Lalu bubuk kopi beberapa jumput, sumpah, gw masukin bubuk kopi, impulsive. Singkatnya, gw bikin telor dadar. Begitu, telor dadarnya matang, gw segera mengambil piring menuju pojok dimana  rice cooker berada. Ternyata, nasinya ga ada, rice cooker kosong melompong.

Kesel sih nggak, gw Cuma ketawa. Menertawakan kebodohan diri sendiri yang teledor ga ngecek dulu nasinya ada atau nggak. Gw pun akhirnya masak nasi. Telor dadarnya gw makan gitu aja tanpa nasi.

Setengah jam berlalu. Gw masih laper. Kemudian minjem telor lagi sama temen yang tadi. Duh, baik hatinya nih temen.

 Gw rada kecewa dengan telor dadar. Maka gw putuskan kali ini cukup diceplok aja. Iya, diceplok. Dengan singkat, telor pun berubah menjadi telor ceplok di atas penggorengan. Segera gw ambil piring, menuju pojok di mana rice cooker telah menanti dengan setia. Ternyata, yang gw dapatkan di dalam rice cooker adalah beras. Beras yang masih asyik berendam di dalam air. Astagfirulloh, rupanya tadi gw lupa menekan tombol “cooking mode”. Sekali lagi gw harus nunggu setengah jam baru bisa makan nasi dengan lauk teloh dadar…….

Hahahahahahaha…..

  

  

Kamis, 19 Juni 2008

BLT (Bantuan Langsung Tekor)

BLT= Bantuan Langsung Tekor

Harga BBM di negeri kita bisa murah (dulunya) karena adanya subsidi dari pemerintah. Maka, naiknya harga BBM adalah dengan cara menarik subsidi. Lantas, dikemanakan subsidi itu? Pemerintah memilih untuk membagikan dana subsidi tersebut secara tunai kepada masyarakat miskin. Setiap warga yang ditetapkan termasuk kategori miskin menerima dana cair sejumlah 300 ribu rupiah. Kenapa saya sebut “ditetapkan”, soalnya pemerintahlah yang menetapkan siapa yang miskin siapa yang tidak. Seringkali yang ditetapkan miskin itu tidaklah miskin, sedangkan yang tidak ditetapkan miskin (saya tidak mengatakan “yang ditetapkan kaya”) justru sebenarnya (merasa) miskin. Dana inilah yang kita kenal sebagai BLT, alias Bantuan Langsung Tunai.

Menolongkah BLT? Banyak yang mengatakan bahwa tindakan ini tidaklah tepat. Yang seharusnya diberikan adalah kail, bukan ikan. Misalnya berikan lapangan pekerjaan, biar nanti dapat sendiri uangnya. Ya, beri kail bukan ikan, tujuannya dengan diberi kail maka orang akan memancing ikan. Tapi kalo ikannya memang tidak ada di air, buat apa pancingnya? Sebenarnya kail itu memang sudah diberikan, buktinya banyak sudah yang terpancing. Sayangnya bukan ikan yang terpancing, melainkan kerusuhan dengan demo di mana-mana. Kenapa sih harus dengan cara demo? Demo keluar modal juga tuh.

Cara lain? Kita protes dengan cara tidak menggunakan BBM, ga keluar uang kan? Ga usah naek motor, mobil, angkot, bus, apalagi taksi--Hemat biaya sih, tapi ga jamin hemat energi-- Ga usah masak pake kompor minyak. Kita pake aja kayu bakar. Kan jadinya banyak asap tuh kalo semua dapur memasak dalam waktu yang bersamaan, nah asepnya dibentuk jadi kode isyarat seperti asep suku indian. Dengan banyak menggunakan kayu bakar, maka akan banyak pula hutan yang ditebangi kayunya untuk dijadikan kayu bakar. Alhasil, hutan pun akan cepat gundul. Hal ini akan berakibat buruk bagi lingkungan. Hutan yang gundul akan berperan aktif menyumbang andil proses pemanasan global. Belum lagi asap hasil pembakaran di dapur menjadi sumber polusi udara, menyumbang banyak CO2 sebagai sumber gas rumah kaca. Nah, jikalau begini maka kita akan mendapat dukungan dari aktivis lingkungan, mereka akan membantu kita untuk melakukan protes kepada pemerintah.  

Ups, nyambung ke judulnya gimana ni ya?

Gini aja deh. Apakah Saudara-saudara setuju dengan ajakan protes dengan cara di atas?

Tentu tidak!

Yah, jadi ambil aja uang BLT-nya. Gunakan untuk keperluan sehari-hari. Pakailah untuk membiayai transportasi (ojek, angkot, bus kota, bensin, solar, dll), yang tentu saja harganya ikut naik. Cukupkah uangnya? Atau pas-pasan? Namanya juga BLT, Bantuan Langsung Tekor