Senin, 28 Mei 2012
Catatan Penting
Kamis, 03 Mei 2012
Ayah-Ibu VS Bokap-Nyokap
Rabu, 21 Maret 2012
Catatan Sepotong Roti


Senin, 16 Januari 2012
Karena Kita Merasakan Hal yang Sama
Tadi malam, maksud saya beberapa jam lalu, berbincang-bincanglah kita mengenai hal-hal yang dapat diperbincangkan. Entah dari mana, muncullah topik mengenai makhluk KW yang biasa disebut bencong. Apakah istilah bencong masih lazim digunakan saat ini? Tak apa, saya pakai saja istilah itu, bencong. Sumpah, saya tak bermaksud merendahkan sama sekali karena saya yakin pastilah saya yang lebih rendah, boleh kita ukur pakai meteran.
Wanita itu mengungkapkan perasaannya. Dia merasa heran kenapa para lelaki yang ia ketahui sangat takut terhadap bencong. Waktu kuliah dulu, katanya, jika berjalan berombongan dengan para lelaki kebetulan akan berpapasan dengan sekelompok bencong, pastilah para lelaki itu bertingkah aneh. Para lelaki itu tampak seperti ketakutan, malah terkesan minta dilindungi oleh para wanita. Intinya, para lelaki berusaha menjauh dari jangkauan para bencong.
Saya, yang juga memilih menjauh dari jangkauan para bencong jika seandainya berpapasan, agak bingung bagaimana cara menjelaskan fenomena di atas. Teman saya yang lebih bijak dari saya mencoba menjelaskan dengan perumpamaan.
Teman saya bertanya pada wanita yang bertanya,"Bayangkan, apa yang kamu rasakan jika seandainya ada seorang lelaki tak dikenal tiba-tiba datang menghampirimu. Kemudian dia menggodamu, lantas tangannya mencolek-colek serta menggerayangi tubuhmu?"
Sang wanita hanya menjawab dengan ekspresi wajahnya serta bersuara,"Hiiiiii...."
"Nah, kami para lelaki pun merasakan hal yang sama." Sungguh jawaban yang tak terbayangkan oleh saya sebelumnya.
Maaf saya hanya ingin menulis. Semua bahan bermutu yang ingin saya tuliskan sudah menguap entah ke mana. Seharusnya saya tak membuka FB menggunakan notebook. Akibatnya saya jadi susah tidur. Semoga dengan selesainya saya mengunggah tulisan ini, saya bisa langsung tertidur. Dan saya memilih untuk menutup mata dengan tersenyum. Jangan lupa berdoa ya, dan juga doakan saya.:)
ps: ini diambil dari catatan yang saya tulis di FB note saya
Senin, 02 Januari 2012
Kisah Lelah di Akhir Tahun: Bagian 1
Senin, 11 April 2011
Nafsu Besar, Tenaga Kurang
Jadi, apa ya yang mau saya tulis di sini. Sungguh, tadi setelah membaca tulisan-tulisan dari orang-orang yang saya kagumi, --baik yang saya kenal langsung maupun hanya saya kenal tulisannya saja-- begitu meletup-letup semangat saya untuk menulis. Menulis apa? Apa ya?
Perkataan klise mengatakan,"nafsu besar, tenaga kurang". Mungkin demikianlah keadaan saya sekarang. Begitu bernafsu untuk menulis. Banyak ide-ide berkelebatan di dalam kepala. Tapi apa daya tahan tak sampai.
Bagaimana kalau saya tuliskan saja poin2 yang peristiwa, ide, atau apalah itu. Mungkin Saudara-saudari yang membaca (mungkinkah ada?) bisa mendapatkan ide untuk meluaskannya menjadi suatu tulisan tersendiri.
- Saya percaya bahwa pendapat PidiBaiq ada benarnya bahwa beliau berpendapat Gus Dur tidaklah benar. Anggota DPR tidak mungkin masih anak TK!
- Masih ingatkah Anda tentang angin muson timur? Angin muson barat? Pancaroba? Tidak ingat? Tak apa-apa, sepertinya sekarang sudah kadaluarsa.
- Temanku baru menikah. Dia bertanya kebingungan,"SIM, STNK, KTP ada masa berlakunya, kok di buku nikah saya tidak dicantumkan ya?"
- Temanku yang belum menikah bisa menghipnotis ponakannya. Kalau ponakannya nakal, dia cukup memelototinya. Kemudian ponakannya akan menjewer kupingnya sendiri
- Dulu ayahku mengajari cara membuat pelangi. Dengan cara menyemburkan air ke arah datangnya matahari. Kini aku diajari oleh seorang ayah, yang bukan ayahku yang mengaku sebagai ayah terbaik di dunia, cara membuat air hujan berwarna-warni. Bubuhkan saja wantek bermacam warna di genteng
- Temanku yang sedang pusing urusan wanita jadi rajin menelepon diriku. Padahal aku ini tak tahu apa-apa mengenai masalah wanita. Bahkan biasanya akulah yang sibuk menelepon temanku itu, jika pusing dalam urusan wanita. Bah. Yang kami cari mungkin bukanlah solusi, tetapi sekedar teman berbagi, juga topangan untuk menguatkan diri. Aku lebih ganteng, sayangnya dia lebih tinggi. Syukurnya, selera kami tidaklah serupa
- Nanti akan kulanjutkan, kalau kerjaan kembali menggunung tinggi...
Jabung, April 2011
Jumat, 30 Juli 2010
Aipi Men 2
“Owh, yang kalian maksud itu Ip Man 2 ya? Bacanya Yip Man tau” Jengis pun ikut nimbrung obrolan, tapi dalam hati. “Cakep2 gitu aj kok ga tau”
Jengis pun manggut2, inget dulu ketika menemukan komik jahil yang berjudul “Benny and Mice”. Judulnye Amrik, tapi kok kelakuannye Indonesie banget ye. Eh, ternyata salah ucap, mestinya dilafalkan beni dan mice, ejaan Indonesia, asli. Lha wong yang bikin komik namanya Benny Rahadi dan Muhammad Misrad alias Mice.
Jadi inget juga dengan sebuah salon di sekitar Cileunyi, di perjalanan antara Bandung-Jatinangor, ada salon yang bernama “City Salon”. Keren kan namanya? Ternyata salon itu dimiliki oleh seorang yang bernama Siti.
Para remaja itu pun turun dari angkot, tidak lupa memberi kiss by kepada si jenggot (ngarep). Tak lama kemudian Jengis pun tersadar, kok angkot kembali di tempat semula dia naik tadi.
“Hypermartnya udah lewat, Mas”
“Panggil saya ‘Bang’”
“Hypermartnya udah lewat, Bang”
“Lho, yang mana sih? Saya dari tadi kok bisa ga liat? Apa dari tadi nih angkot ga jalan?”
“Itu tadi yang gede di sebelah kiri. Ini angkot sudah muter satu rit, Bang, situ aja ga turun-turun.”
“Kamu tadi panggil saya apa?”
“Bang”
“Ini 2 rebu”
“Kurang, Bang, kan naeknya dua putaran”
“Tadi Kamu panggil Saya apa?”
“Bang”
“Ini saya tambah lagi 2 rebu, ga usah dibalikin. Makasih ya”
Jengis pun tersadar bahwa Hypermart yang dimaksud adalah Central Park. Central Park adalah nama Mall yang di dalamnya ada Hypermart. Kebo punya susu, sapi punya nama.
Akhirnya Jengis pun naik bis, berharap bertemu makhluk yang manis-manis. Tiba-tiba hapenya meringis, ada es-em-is dari seorang yang juga manis. Berbunyi: “Nak, skr d bndr lmpg? Kpn blk lg k Beckry?”
Dibalaslah oleh Jengis: “Iy, Bu. Balik ke Bekri senin pagi, iA”
“bekri? Oh, gt tulisanny. Pantesan Ib bingung. Katanya ngangon sapi, kok di toko roti”
Lalu terdengarlah suara seorang yang teriak-teriak meski bukan tarzan, sambil bergelantungan meski bukan monyet,”Basah! Basah! Basah!”. Jengis pun melihat pada celananya.
“Basa! Basa! Rajabasa!”. Jengis pun menepuk dahinya.
“Basah! Basah! Basah… seluruh tubuh….”. Pak sopir pun mengeraskan suara tape.
(Awalnya Saya berkehendak untuk memiringkan setiap kata yang tidak baku menurut Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setelah Saya perhatikan dengan seksama, lebih baik Saya miringkan semua.)
Kamis, 12 Februari 2009
Telur Dodol
Wah, ternyata udah lama juga ya ni blog ga gw sentuh2. Dari kemaren2, skripsi mulu yang gw kerjain.padahal biasanya yang gw kerjain tu orang, alias ngerjain orang, hehe…77
Gw jadi inget masa-masa dulu neh. Temen-temen pernah ga ngalamin hal yang sama? Zaman dulu ntu, orang-tua kita dulu sering meminjam barang dengan sesama tetangga. Uniknya, yang dipinjam adalah barang konsumsi, seperti misalnya beras, minyak goreng, sampe kecap sekali pun.
Kalo pinjam-meminjam kecap, gw pernah ngalamin, waktu masih SD. Sebenernya sih ga minjam, karena sedikit, ya dikasih aja sama tetangga. Gw waktu tu disuruh Ibu minta kecap sama tetangga. Kata Ibu tanggung buat beli, soalnya perlu buat masak. Kalau beli kelamaan. Maka, pergilah gw ke rumah tetangga yang baik hati tersebut. Adek gw yang waktu tu masih imut, tapi nakalnya amit-amit, ikut nemenin gw ke tetangga. Pas lagi jalan dari tetangga menuju rumah, ternyata adek gw penasaran dengan apa yang gw bawa. Dia ga percaya kalau gw bilang bahwa yang gw bawa ntu adalah kecap. Kebetulan, wadah yang dipake untuk bawa kecap adalah cangkir. Adek gw ngerebut cangkir yang berisi kecap dari tangan gw, lalu meminumnya. Barulah dia percaya bahwa yang gw bawa beneran kecap, bukan kopi.
Nah, zaman kuliah sekarang, pinjam-meminjam barang konsumsi pun masih berlaku di kos-kosan gw. Komoditi yang di-pinjam-meminjamkan berupa mie, kopi, susu, teh, sampe telor. Sedangkan untuk beras, kami patungan beli untuk cadangan sebulan.
Kemaren, karena males keluar buat beli sarapan, gw pun berinisiatif untuk meminjam telor sama teman 1 kosan. Gw pun segera memecahkan cangkang telor itu, menuangkan isinya ke dalam mangkuk, mengaduk-aduk hingga menyatu kuning dan putihnya. Masukkan garam beberapa jumput. Masukkan gula, beberapa jumput, iya, gula pasir beneran. Lalu bubuk kopi beberapa jumput, sumpah, gw masukin bubuk kopi, impulsive. Singkatnya, gw bikin telor dadar. Begitu, telor dadarnya matang, gw segera mengambil piring menuju pojok dimana rice cooker berada. Ternyata, nasinya ga ada, rice cooker kosong melompong.
Kesel sih nggak, gw Cuma ketawa. Menertawakan kebodohan diri sendiri yang teledor ga ngecek dulu nasinya ada atau nggak. Gw pun akhirnya masak nasi. Telor dadarnya gw makan gitu aja tanpa nasi.
Setengah jam berlalu. Gw masih laper. Kemudian minjem telor lagi sama temen yang tadi. Duh, baik hatinya nih temen.
Gw rada kecewa dengan telor dadar. Maka gw putuskan kali ini cukup diceplok aja. Iya, diceplok. Dengan singkat, telor pun berubah menjadi telor ceplok di atas penggorengan. Segera gw ambil piring, menuju pojok di mana rice cooker telah menanti dengan setia. Ternyata, yang gw dapatkan di dalam rice cooker adalah beras. Beras yang masih asyik berendam di dalam air. Astagfirulloh, rupanya tadi gw lupa menekan tombol “cooking mode”. Sekali lagi gw harus nunggu setengah jam baru bisa makan nasi dengan lauk teloh dadar…….
Hahahahahahaha…..
Kamis, 19 Juni 2008
BLT (Bantuan Langsung Tekor)
BLT= Bantuan Langsung Tekor
Harga BBM di negeri kita bisa murah (dulunya) karena adanya subsidi dari pemerintah. Maka, naiknya harga BBM adalah dengan cara menarik subsidi. Lantas, dikemanakan subsidi itu? Pemerintah memilih untuk membagikan dana subsidi tersebut secara tunai kepada masyarakat miskin. Setiap warga yang ditetapkan termasuk kategori miskin menerima dana cair sejumlah 300 ribu rupiah. Kenapa saya sebut “ditetapkan”, soalnya pemerintahlah yang menetapkan siapa yang miskin siapa yang tidak. Seringkali yang ditetapkan miskin itu tidaklah miskin, sedangkan yang tidak ditetapkan miskin (saya tidak mengatakan “yang ditetapkan kaya”) justru sebenarnya (merasa) miskin. Dana inilah yang kita kenal sebagai BLT, alias Bantuan Langsung Tunai.
Menolongkah BLT? Banyak yang mengatakan bahwa tindakan ini tidaklah tepat. Yang seharusnya diberikan adalah kail, bukan ikan. Misalnya berikan lapangan pekerjaan, biar nanti dapat sendiri uangnya. Ya, beri kail bukan ikan, tujuannya dengan diberi kail maka orang akan memancing ikan. Tapi kalo ikannya memang tidak ada di air, buat apa pancingnya? Sebenarnya kail itu memang sudah diberikan, buktinya banyak sudah yang terpancing. Sayangnya bukan ikan yang terpancing, melainkan kerusuhan dengan demo di mana-mana. Kenapa sih harus dengan cara demo? Demo keluar modal juga tuh.
Cara lain? Kita protes dengan cara tidak menggunakan BBM, ga keluar uang kan? Ga usah naek motor, mobil, angkot, bus, apalagi taksi--Hemat biaya sih, tapi ga jamin hemat energi-- Ga usah masak pake kompor minyak. Kita pake aja kayu bakar. Kan jadinya banyak asap tuh kalo semua dapur memasak dalam waktu yang bersamaan, nah asepnya dibentuk jadi kode isyarat seperti asep suku indian. Dengan banyak menggunakan kayu bakar, maka akan banyak pula hutan yang ditebangi kayunya untuk dijadikan kayu bakar. Alhasil, hutan pun akan cepat gundul. Hal ini akan berakibat buruk bagi lingkungan. Hutan yang gundul akan berperan aktif menyumbang andil proses pemanasan global. Belum lagi asap hasil pembakaran di dapur menjadi sumber polusi udara, menyumbang banyak CO2 sebagai sumber gas rumah kaca. Nah, jikalau begini maka kita akan mendapat dukungan dari aktivis lingkungan, mereka akan membantu kita untuk melakukan protes kepada pemerintah.
Ups, nyambung ke judulnya gimana ni ya?
Gini aja deh. Apakah Saudara-saudara setuju dengan ajakan protes dengan cara di atas?
Tentu tidak!
Yah, jadi ambil aja uang BLT-nya. Gunakan untuk keperluan sehari-hari. Pakailah untuk membiayai transportasi (ojek, angkot, bus kota, bensin, solar, dll), yang tentu saja harganya ikut naik. Cukupkah uangnya? Atau pas-pasan? Namanya juga BLT, Bantuan Langsung Tekor