Rabu, 23 Januari 2013

Inspiring, lalu...


Saat itu, semua anggota tim berkumpul di aula. Hampir semua yang bicara, menyiratkan keraguan. Mereka tidak yakin bahwa mereka bisa melakukan apa yang sudah diputuskan oleh kantor pusat. Bos di unit itu terus berusaha meyakinkan bahwa mereka bisa. Memang, Bos ini merupakan tipikal orang yang tak pernah mengatakan tidak bisa. Ia selalu mengatakan “ya” apapun tantangan yang harus ia hadapi.

Akhirnya saya melambaikan tangan untuk meminta izin bicara. Saya tak ingin tim berlarut-larut dalam ketidakpercayaan diri. Saya bercerita. Cerita yang dulu pernah disampaikan dosen saya dalam sebuah training, yang bagi saya sangat menginspirasi.
Ada anak unta bertanya pada bapaknya yang tentu juga unta.
“Ayah, Ayah, kenapa sih kita punya punuk?”
“Punuk ini adalah tempat cadangan air kita, jadi kalau kita berjalan jauh di padang pasir, kita tidak akan mudah kehausan.”
“Ayah, Ayah, kenapa sih kaki kita panjang-panjang?”
“Oh, itu agar kita tidak mudah terperosok di pasir ketika menjelajahi gurun berhari-hari”
“Ayah, ayah, kenapa sih kelopak mata kita lebar sekali?”
“Kau tahu, Nak? Di gurun seringkali terjadi badai pasir, kelopak seperti ini sangat membantu agar mata kita menutup rapat sehingga tidak mudah kemasukan debu atau pasir.”
“Tetapi, Ayah, kenapa kita tinggal di kebun binatang?”

Tampaknya tim cukup paham dengan cerita yang saya sampaikan. Pak Bos menegakkan kepalanya, matanya terlihat bersemangat. Ia pun menegaskan pada tim bahwa segala sumber daya, system, dan teknologi yang dibutuhkan sudah tersedia. Dengan bekal itu semua, tidaklah patut meragukan diri untuk melangkah pada situasi baru, karena bekal yang sudah ada itu memang disediakan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi tim saat itu.

Suasana tim kembali bergairah. Agenda demi agenda dapat dilalui dengan tanpa pesimisme. Saya menikmati suasana itu hingga suatu ketika saya cukup terperanjat.

Beberapa pecan kemudian, seorang rekan mengatakan pada saya bahwa ia masih ingat dengan cerita unta yang saya kisahkan. Tentu saya senang ketika ia mengakui bahwa cerita itu menginspirasi baginya. Rasa senang itu seketika berubah, saat dia mengatakan bahwa ia sedang menyiapkan berkas lamaran ke perusahaan lain.