“
Lucukah? Jika anda merasa cerita ini lucu, saya rasa karena disebabkan oleh adanya inkongruensi. Keadaan yang tidak kongruen/sesuai dengan kenyataan. Mungkin kita berpikir, mana ada keluarga miskin seperti ini. Kok bisa ya ada anak yang saking tidak mengertinya apa itu miskin, bagaimana keadaan orang miskin, bisa membuat karangan tentang orang miskin seperti di atas. Bukankah seharusnya orang miskin tidak mungkin bisa memiliki pembantu, bahkan sekaligus punya sopir, tukang cuci, dan tukang kebun. Keadaan tidak kongruen yang tercipta dalam anekdot di atas menyebabkan timbulnya kelucuan bagi kita.
Tapi kali ini saya menyadari bahwa apa yang diceritakan sang anak bukanlah sesuatu yang berbeda jauh dengan kenyataan. Mungkin saja benar. Dan ternyata ada benarnya juga.
Satu kisah lagi berasal dari Jepang. Cerita tentang seorang samurai miskin. Samurai tersebut hanyalah pegawai rendahan, bergaji kecil (hanya 50 koku), punya dua anak kecil, seorang ibu yang sudah pikun, sedangkan istrinya meninggal karena sakit. Konon sakitnya tidak bisa sembuh karena keadaan mereka yang terlalu miskin. Selain itu, dia juga memiliki terlibat hutang, terutama hutang untuk membiayai pemakaman istrinya. Meski demikian miskinnya, sang Samurai memiliki pembantu. Pembantunya selalu siap melakukan apa pun tugas yang ia berikan. Nah, bagaimana kondisi pembantu sang Samurai? Dapatlah kita gambarkan dengan cerita anekdot di atas. ”Ada seorang Samurai yang sangat miskin. Dia memiliki pembantu yang miskin sekali.”