Kamis, 19 Juni 2008

Blue Energy

KontRoversi Blue Energy

Akhir-akhir ini saya keranjingan mengejar berita tentang blue energy, baik di detik.com maupun di kompas.com. Diawali oleh curiosity yang tinggi untuk tahu, makhluk gerangan apakah ini. Konon katanya blue energy adalah bahan bakar yang diperoleh dari pengolahan air. Air dipecah untuk mendapatkan hidrogen. Memang bukan barang baru di kalangan ilmiah. Tapi yang menarik perhatian, sampai-sampai Presiden negara tetangga pun kepincut, adalah sesosok yang bernama Joko Suprapto (JS) mengklaim mampu memproduksi dengan cara mudah dan murah sehingga akan dapat diperoleh hanya dengan 3000 rupiah per liter. Padahal, selama ini mahfum diketahui bahwa proses pemecahan air itu memerlukan energi yang besar dan biaya yang tidak sedikit. Saya jadi teringat dengan film “Chain Reaction” yang dibintangi oleh Keanu Rifz, ups, maaf Saudara-saudara, maksud saya Keanu Reeves.

Setelah berkali-kali didesak membuktikan karyanya, akhirnya JS melakukan demo. Bukan demo seperti mahasiswa. Bukan pula demo seperti ibu-ibu. Atapun demo yang beroda tiga. Paham kan maksud saya? OK, lanjut. Memang pada demo yang dilakukannya, JS berhasil membuktikan bahwa bahan bakar yang dibuatnya berhasi digunakan untuk menyalakan mesi diesel dan mesin mobil. Akan tetapi, ternyata blue energy yang selama ini diklaim dibuat dari air tidak terbukti. Yang dilakukan hanyalah mencampur bahan yang katanya hasil pengolahan air dengan BBM solar untuk menjalankan mesin diesel. BBM solar dicampur dengan bahan tersebut dengan perbandingan tertentu. Wah, kalau ini mah sama dengan cara yang telah diperkenalkan oleh Joko Sutrisno dari Jogja.

Menurut irit saya, sah-sah saja JS mengklaim telah membuat suatu temuan. Apalagi temuannya itu sangat berguna bagi masyarakat di tengah kondisi harga BBM yang bertambah mahal. Akan tetapi, suatu temuan ilmiah haruslah dapat dibuktikan keilmiahannya. Sayangnya selama ini belum ada satu pun bukti ilmiah yang dihadirkan oleh pihak penemu. JS, juga timnya, selalu berkelit jika diminta untuk menunjukkan proses pembuatan blue energy. JS juga beralasan takut temuannya dijiplak orang lain.  Padahal salah satu bukti ilmiah suatu hasil penelitian/eksperimen adalah dapat dilakukan kembali oleh pihak lain dengan cara yang sama. Maka dengan ini wajar saja timbul banyak reaksi yang meragukan hasil karya JS.

Hal lain yang saya rasa cukup ”menggelikan” serta menimbulkan tanda tanya bagi saya sebagai seorang yang sedang belajar di fakultas Psikologi adalah reaksi JS yang tiba-tiba sakit saat diwawancarai. Beliau tiba-tiba menjadi lemas dan pingsan saat ditanyai tentang proses pembuatan blue energy. Hal yang sama juga terjadi, selesai melakukan demo, JS tampak lelah dan sakit, lalu masuk ke dalam rumahnya. Neurotik kah? Pura-pura menghindar dengan cara berpura-pura sakit. atau?? Entahlah.......       

BLT (Bantuan Langsung Tekor)

BLT= Bantuan Langsung Tekor

Harga BBM di negeri kita bisa murah (dulunya) karena adanya subsidi dari pemerintah. Maka, naiknya harga BBM adalah dengan cara menarik subsidi. Lantas, dikemanakan subsidi itu? Pemerintah memilih untuk membagikan dana subsidi tersebut secara tunai kepada masyarakat miskin. Setiap warga yang ditetapkan termasuk kategori miskin menerima dana cair sejumlah 300 ribu rupiah. Kenapa saya sebut “ditetapkan”, soalnya pemerintahlah yang menetapkan siapa yang miskin siapa yang tidak. Seringkali yang ditetapkan miskin itu tidaklah miskin, sedangkan yang tidak ditetapkan miskin (saya tidak mengatakan “yang ditetapkan kaya”) justru sebenarnya (merasa) miskin. Dana inilah yang kita kenal sebagai BLT, alias Bantuan Langsung Tunai.

Menolongkah BLT? Banyak yang mengatakan bahwa tindakan ini tidaklah tepat. Yang seharusnya diberikan adalah kail, bukan ikan. Misalnya berikan lapangan pekerjaan, biar nanti dapat sendiri uangnya. Ya, beri kail bukan ikan, tujuannya dengan diberi kail maka orang akan memancing ikan. Tapi kalo ikannya memang tidak ada di air, buat apa pancingnya? Sebenarnya kail itu memang sudah diberikan, buktinya banyak sudah yang terpancing. Sayangnya bukan ikan yang terpancing, melainkan kerusuhan dengan demo di mana-mana. Kenapa sih harus dengan cara demo? Demo keluar modal juga tuh.

Cara lain? Kita protes dengan cara tidak menggunakan BBM, ga keluar uang kan? Ga usah naek motor, mobil, angkot, bus, apalagi taksi--Hemat biaya sih, tapi ga jamin hemat energi-- Ga usah masak pake kompor minyak. Kita pake aja kayu bakar. Kan jadinya banyak asap tuh kalo semua dapur memasak dalam waktu yang bersamaan, nah asepnya dibentuk jadi kode isyarat seperti asep suku indian. Dengan banyak menggunakan kayu bakar, maka akan banyak pula hutan yang ditebangi kayunya untuk dijadikan kayu bakar. Alhasil, hutan pun akan cepat gundul. Hal ini akan berakibat buruk bagi lingkungan. Hutan yang gundul akan berperan aktif menyumbang andil proses pemanasan global. Belum lagi asap hasil pembakaran di dapur menjadi sumber polusi udara, menyumbang banyak CO2 sebagai sumber gas rumah kaca. Nah, jikalau begini maka kita akan mendapat dukungan dari aktivis lingkungan, mereka akan membantu kita untuk melakukan protes kepada pemerintah.  

Ups, nyambung ke judulnya gimana ni ya?

Gini aja deh. Apakah Saudara-saudara setuju dengan ajakan protes dengan cara di atas?

Tentu tidak!

Yah, jadi ambil aja uang BLT-nya. Gunakan untuk keperluan sehari-hari. Pakailah untuk membiayai transportasi (ojek, angkot, bus kota, bensin, solar, dll), yang tentu saja harganya ikut naik. Cukupkah uangnya? Atau pas-pasan? Namanya juga BLT, Bantuan Langsung Tekor