Tampilkan postingan dengan label kelirumologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kelirumologi. Tampilkan semua postingan

Senin, 28 Mei 2012

Catatan Penting

Jadi ada beberapa hal yang tidak penting yang sedikit mengusik pikiran saya yang kata banyak orang seperti selalu tak pernah serius. Adapun hal2 tersebut adalah:
- Banyak sekali orang yang berpendapat bahwa setiap orang bebas berpendapat. Tetapi kenapa ya, orang-orang yang berpendapat bahwa setiap orang bebas berpendapat tampaknya tidak membebaskan orang lain punya pendapat untuk memaksakan pendapat. Oh, bebaskanlah. Apakah saya salah memahami? Biarkanlah, toh bukankah ada yang berpendapat bahwa setiap orang bebas mempunyai pemahaman dan pandangan sendiri? Kalau ternyata pendapat saya ini salah, terima saja, saya juga terima akan konsekuensi atas kesalahan pendapat saya termasuk ketidaksukaanmu atas kesalahan saya, toh saya juga tidak suka kamu yang tidak suka saya.
- Bebas, oh bebas, tentu kita semua bebas mau melakukan apa saja di dunia ini. Mau jungkir balik, kayang, maupun jalan-jalan telanjang tak pakai baju. Dan tentu saja empunya dunia ini juga bebas memperlakukan dunia yang dimilikiNya termasuk memberikan tanggapan terhadap apa pun yang kita lakukan di dunia milikNya. Adilkah? Ah, saya mah terserah sama siapa yang menciptakan keadilan saja.
- Pidi Baiq, seorang ayah yang menurut saya dia yakin bahwa dia adalah ayah terkeren di dunia pernah menulis bahwa kalau bangsa kita ini adalah bangsa pembantu, maka jadilah pembantu yang profesional. Hal ini saya sampaikan pada ayah saya yang kekerenannya sebagai ayah akan saya lampaui nanti insyaAlloh (tolong tak perlu bilang saya narsis, cukup aminkan saja, siapa tahu yang akan punya ayah keren ini adalah nanti anakmu) dan ayah saya setuju bahwa meskipun maknanya baik, tapi akan banyak orang yang tak suka dengan pernyataan tersebut. Jadilah saya kemudian berpikir dan bertanya-tanya meski tak sampai saya tanyakan pada rumput yang bergoyang (maafkan aku, wahai Ebiet G. Ade). Oh, mengapakah mereka yang di sini sering latah kita sebut ekspatriat sedangkan saudara-saudara kita di seberang sana disebut TKI/ TKW?
- Teman kantor saya yang biasanya berambut gondrong, lebih gondrong dari rambut saya punya, tiba-tiba muncul dengan penampilan baru dimana rambutnya telah terpangkas pendek. Tak lama kemudian, dia menikah. Oh, ini saya sudah potong rambut yang kata banyak orang saya jadi tampak jauh lebih ganteng, apakah tak lama lagi akan menikah?
Jadi, apakah hal-hal di atas adalah sesuatu yang penting untuk diutarakan ketimbang diselatankan? Jika menurut Anda bukan hal penting, taklah mengapa karena memang saya suka menjadikan penting hal-hal yang tak penting bagi Anda. Kalaulah ada hal-hal lain yang menurut Anda penting, saya juga beranggapan itu hal yang penting, sedemikian pentingnya hingga saya dengan akal tak seberapa ini tak dapat membantu Anda memikirkannya. Lagi pula, belum tentu ada yang baca tulisan saya, hahaha.

Jumat, 30 Juli 2010

Aipi Men 2

Di dalam sebuah angkot terdapatlah seorang makhluk berjenggot yang dengan pedenya naik sendirian. Baru kali ini sang Jengis alias Jenggotan tapi Manis naek angkot di kota gajah. Kebetulan di dalam angkot juga ada beberapa remaja putri berseragam pramuka. Para remaja itu pun memeriahkan suasana angkot dengan berbincang tentang film-film saru (eh, seru) yang baru nongol di bioskop. Beberapa judul mereka sebutkan, tapi kuping Jengis yang rada bolot Cuma nangkep “aipi men 2”. Si Jengis pun mengernyitkan sebelah alisnya, bingung dia film apa yang dimaksud.
“Owh, yang kalian maksud itu Ip Man 2 ya? Bacanya Yip Man tau” Jengis pun ikut nimbrung obrolan, tapi dalam hati. “Cakep2 gitu aj kok ga tau”
Jengis pun manggut2, inget dulu ketika menemukan komik jahil yang berjudul “Benny and Mice”. Judulnye Amrik, tapi kok kelakuannye Indonesie banget ye. Eh, ternyata salah ucap, mestinya dilafalkan beni dan mice, ejaan Indonesia, asli. Lha wong yang bikin komik namanya Benny Rahadi dan Muhammad Misrad alias Mice.
Jadi inget juga dengan sebuah salon di sekitar Cileunyi, di perjalanan antara Bandung-Jatinangor, ada salon yang bernama “City Salon”. Keren kan namanya? Ternyata salon itu dimiliki oleh seorang yang bernama Siti.
Para remaja itu pun turun dari angkot, tidak lupa memberi kiss by kepada si jenggot (ngarep). Tak lama kemudian Jengis pun tersadar, kok angkot kembali di tempat semula dia naik tadi.
“Hypermartnya udah lewat, Mas”
“Panggil saya ‘Bang’”
“Hypermartnya udah lewat, Bang”
“Lho, yang mana sih? Saya dari tadi kok bisa ga liat? Apa dari tadi nih angkot ga jalan?”
“Itu tadi yang gede di sebelah kiri. Ini angkot sudah muter satu rit, Bang, situ aja ga turun-turun.”
“Kamu tadi panggil saya apa?”
“Bang”
“Ini 2 rebu”
“Kurang, Bang, kan naeknya dua putaran”
“Tadi Kamu panggil Saya apa?”
“Bang”
“Ini saya tambah lagi 2 rebu, ga usah dibalikin. Makasih ya”
Jengis pun tersadar bahwa Hypermart yang dimaksud adalah Central Park. Central Park adalah nama Mall yang di dalamnya ada Hypermart. Kebo punya susu, sapi punya nama.
Akhirnya Jengis pun naik bis, berharap bertemu makhluk yang manis-manis. Tiba-tiba hapenya meringis, ada es-em-is dari seorang yang juga manis. Berbunyi: “Nak, skr d bndr lmpg? Kpn blk lg k Beckry?”
Dibalaslah oleh Jengis: “Iy, Bu. Balik ke Bekri senin pagi, iA”
“bekri? Oh, gt tulisanny. Pantesan Ib bingung. Katanya ngangon sapi, kok di toko roti”
Lalu terdengarlah suara seorang yang teriak-teriak meski bukan tarzan, sambil bergelantungan meski bukan monyet,”Basah! Basah! Basah!”. Jengis pun melihat pada celananya.
“Basa! Basa! Rajabasa!”. Jengis pun menepuk dahinya.
“Basah! Basah! Basah… seluruh tubuh….”. Pak sopir pun mengeraskan suara tape.
(Awalnya Saya berkehendak untuk memiringkan setiap kata yang tidak baku menurut Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setelah Saya perhatikan dengan seksama, lebih baik Saya miringkan semua.)

Kamis, 30 Oktober 2008

AnehDot Kemiskinan

 

 

Ada sebuah anekdot tentang anak kota yang tidak mengerti tentang kemiskinan. Ceritanya sebagai berikut:

Ada anak orang kaya yang mendapat tugas dari gurunya. Tugasnya adalah membuat sebuah karangan yang bercerita mengenai sebuah keluarga miskin. Sang anak pun menulis,’Pada suatu hari (waktu masih belajar mengarang kita seringkali memulai karang dengan penggalan kata ini) ada sebuah keluarga. Keluarga ini sangat miskin. Mereka memiliki pembantu yang miskin sekali. Sopirnya juga miskin sekali. begitu juga dengan tukang cuci, dan tukang kebunnya. Mereka semua miskin.”

Lucukah? Jika anda merasa cerita ini lucu, saya rasa karena disebabkan oleh adanya inkongruensi. Keadaan yang tidak kongruen/sesuai dengan kenyataan. Mungkin kita berpikir, mana ada keluarga miskin seperti ini. Kok bisa ya ada anak yang saking tidak mengertinya apa itu miskin, bagaimana keadaan orang miskin, bisa membuat karangan tentang orang miskin seperti di atas. Bukankah seharusnya orang miskin tidak mungkin bisa memiliki pembantu, bahkan sekaligus punya sopir, tukang cuci, dan tukang kebun. Keadaan tidak kongruen yang tercipta dalam anekdot di atas menyebabkan timbulnya kelucuan bagi kita.

Tapi kali ini saya menyadari bahwa apa yang diceritakan sang anak bukanlah sesuatu yang berbeda jauh dengan kenyataan. Mungkin saja benar. Dan ternyata ada benarnya juga. Ada sebuah buku yang saya lupa judul dan pengarangnya siapa. Yang jelas saya ingat buku itu berkisah tentang pengalaman seseorang di kala ia masih kecil. Penulis itu menceritakan keadaannya pada masa-masa awal kemerdekan Republik ini. Dia adalah seorang anak ningrat. Ayahnya sempat menjabat sebagai walikota. Ayahnya tidak mau bekerja sama dengan penjajah. Sikap ayahnya membuat keluarga mereka harus menerima keadaan ekonomi keluarga yang sulit. Meski demikian sulitnya ekonomi keluarga, bahkan ketika terjadinya agresi militer Belanda, mereka tetap memiliki pembantu. Tidak hanya satu orang, tetapi beberapa orang yang memiliki tugas-tugas yang berbeda. Yah, mungkin kita tidak akan merasa heran kalau melihat kasta keluarga tersebut sebagai golongan ningrat Jawa, yang tentunya memiliki abdi dalem tersendiri. Namun tetaplah anekdot di atas sesuai dengan keadaan mereka. “Ada sebuah keluarga. Keluarga ini sangat miskin. Mereka memiliki pembantu yang miskin sekali. Sopirnya juga miskin sekali. Begitu juga dengan tukang cuci, dan tukang kebunnya. Mereka semua miskin.”

Satu kisah lagi berasal dari Jepang. Cerita tentang seorang samurai miskin. Samurai tersebut hanyalah pegawai rendahan, bergaji kecil (hanya 50 koku), punya dua anak kecil, seorang ibu yang sudah pikun, sedangkan istrinya meninggal karena sakit. Konon sakitnya tidak bisa sembuh karena keadaan mereka yang terlalu miskin. Selain itu, dia juga memiliki terlibat hutang, terutama hutang untuk membiayai pemakaman istrinya. Meski demikian miskinnya, sang Samurai memiliki pembantu. Pembantunya selalu siap melakukan apa pun tugas yang ia berikan. Nah, bagaimana kondisi pembantu sang Samurai? Dapatlah kita gambarkan dengan cerita anekdot di atas. ”Ada seorang Samurai yang sangat miskin. Dia memiliki pembantu yang miskin sekali.