Jumat, 30 Juli 2010

Aipi Men 2

Di dalam sebuah angkot terdapatlah seorang makhluk berjenggot yang dengan pedenya naik sendirian. Baru kali ini sang Jengis alias Jenggotan tapi Manis naek angkot di kota gajah. Kebetulan di dalam angkot juga ada beberapa remaja putri berseragam pramuka. Para remaja itu pun memeriahkan suasana angkot dengan berbincang tentang film-film saru (eh, seru) yang baru nongol di bioskop. Beberapa judul mereka sebutkan, tapi kuping Jengis yang rada bolot Cuma nangkep “aipi men 2”. Si Jengis pun mengernyitkan sebelah alisnya, bingung dia film apa yang dimaksud.
“Owh, yang kalian maksud itu Ip Man 2 ya? Bacanya Yip Man tau” Jengis pun ikut nimbrung obrolan, tapi dalam hati. “Cakep2 gitu aj kok ga tau”
Jengis pun manggut2, inget dulu ketika menemukan komik jahil yang berjudul “Benny and Mice”. Judulnye Amrik, tapi kok kelakuannye Indonesie banget ye. Eh, ternyata salah ucap, mestinya dilafalkan beni dan mice, ejaan Indonesia, asli. Lha wong yang bikin komik namanya Benny Rahadi dan Muhammad Misrad alias Mice.
Jadi inget juga dengan sebuah salon di sekitar Cileunyi, di perjalanan antara Bandung-Jatinangor, ada salon yang bernama “City Salon”. Keren kan namanya? Ternyata salon itu dimiliki oleh seorang yang bernama Siti.
Para remaja itu pun turun dari angkot, tidak lupa memberi kiss by kepada si jenggot (ngarep). Tak lama kemudian Jengis pun tersadar, kok angkot kembali di tempat semula dia naik tadi.
“Hypermartnya udah lewat, Mas”
“Panggil saya ‘Bang’”
“Hypermartnya udah lewat, Bang”
“Lho, yang mana sih? Saya dari tadi kok bisa ga liat? Apa dari tadi nih angkot ga jalan?”
“Itu tadi yang gede di sebelah kiri. Ini angkot sudah muter satu rit, Bang, situ aja ga turun-turun.”
“Kamu tadi panggil saya apa?”
“Bang”
“Ini 2 rebu”
“Kurang, Bang, kan naeknya dua putaran”
“Tadi Kamu panggil Saya apa?”
“Bang”
“Ini saya tambah lagi 2 rebu, ga usah dibalikin. Makasih ya”
Jengis pun tersadar bahwa Hypermart yang dimaksud adalah Central Park. Central Park adalah nama Mall yang di dalamnya ada Hypermart. Kebo punya susu, sapi punya nama.
Akhirnya Jengis pun naik bis, berharap bertemu makhluk yang manis-manis. Tiba-tiba hapenya meringis, ada es-em-is dari seorang yang juga manis. Berbunyi: “Nak, skr d bndr lmpg? Kpn blk lg k Beckry?”
Dibalaslah oleh Jengis: “Iy, Bu. Balik ke Bekri senin pagi, iA”
“bekri? Oh, gt tulisanny. Pantesan Ib bingung. Katanya ngangon sapi, kok di toko roti”
Lalu terdengarlah suara seorang yang teriak-teriak meski bukan tarzan, sambil bergelantungan meski bukan monyet,”Basah! Basah! Basah!”. Jengis pun melihat pada celananya.
“Basa! Basa! Rajabasa!”. Jengis pun menepuk dahinya.
“Basah! Basah! Basah… seluruh tubuh….”. Pak sopir pun mengeraskan suara tape.
(Awalnya Saya berkehendak untuk memiringkan setiap kata yang tidak baku menurut Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setelah Saya perhatikan dengan seksama, lebih baik Saya miringkan semua.)

Kamis, 12 Februari 2009

Telur Dodol


Wah, ternyata udah lama juga ya ni blog ga gw sentuh2. Dari kemaren2, skripsi mulu yang gw kerjain.padahal biasanya yang gw kerjain tu orang, alias ngerjain orang, hehe…77

Gw jadi inget masa-masa dulu neh. Temen-temen pernah ga ngalamin hal yang sama? Zaman dulu ntu, orang-tua kita dulu sering meminjam barang dengan sesama tetangga. Uniknya, yang dipinjam adalah barang konsumsi, seperti misalnya beras, minyak goreng, sampe kecap sekali pun.

Kalo pinjam-meminjam kecap, gw pernah ngalamin, waktu masih SD. Sebenernya sih ga minjam, karena sedikit, ya dikasih aja sama tetangga. Gw waktu tu disuruh Ibu minta kecap sama tetangga. Kata Ibu tanggung buat beli, soalnya perlu buat masak. Kalau beli kelamaan. Maka, pergilah gw ke rumah tetangga yang baik hati tersebut. Adek gw yang waktu tu masih imut, tapi nakalnya amit-amit, ikut nemenin gw ke tetangga. Pas lagi jalan dari tetangga menuju rumah, ternyata adek gw penasaran dengan apa yang gw bawa. Dia ga percaya kalau gw bilang bahwa yang gw bawa ntu adalah kecap. Kebetulan, wadah yang dipake untuk bawa kecap adalah cangkir. Adek gw ngerebut  cangkir yang berisi kecap dari tangan gw, lalu meminumnya. Barulah dia percaya bahwa yang gw bawa beneran kecap, bukan kopi.

Nah, zaman kuliah sekarang, pinjam-meminjam barang konsumsi pun masih berlaku di kos-kosan gw. Komoditi yang di-pinjam-meminjamkan berupa mie, kopi, susu, teh, sampe telor. Sedangkan untuk beras, kami patungan beli untuk cadangan sebulan.

Kemaren, karena males keluar buat beli sarapan, gw pun berinisiatif untuk meminjam telor sama teman 1 kosan. Gw pun segera memecahkan cangkang telor itu, menuangkan isinya ke dalam mangkuk, mengaduk-aduk hingga menyatu kuning dan putihnya. Masukkan garam beberapa jumput. Masukkan gula, beberapa jumput, iya, gula pasir beneran. Lalu bubuk kopi beberapa jumput, sumpah, gw masukin bubuk kopi, impulsive. Singkatnya, gw bikin telor dadar. Begitu, telor dadarnya matang, gw segera mengambil piring menuju pojok dimana  rice cooker berada. Ternyata, nasinya ga ada, rice cooker kosong melompong.

Kesel sih nggak, gw Cuma ketawa. Menertawakan kebodohan diri sendiri yang teledor ga ngecek dulu nasinya ada atau nggak. Gw pun akhirnya masak nasi. Telor dadarnya gw makan gitu aja tanpa nasi.

Setengah jam berlalu. Gw masih laper. Kemudian minjem telor lagi sama temen yang tadi. Duh, baik hatinya nih temen.

 Gw rada kecewa dengan telor dadar. Maka gw putuskan kali ini cukup diceplok aja. Iya, diceplok. Dengan singkat, telor pun berubah menjadi telor ceplok di atas penggorengan. Segera gw ambil piring, menuju pojok di mana rice cooker telah menanti dengan setia. Ternyata, yang gw dapatkan di dalam rice cooker adalah beras. Beras yang masih asyik berendam di dalam air. Astagfirulloh, rupanya tadi gw lupa menekan tombol “cooking mode”. Sekali lagi gw harus nunggu setengah jam baru bisa makan nasi dengan lauk teloh dadar…….

Hahahahahahaha…..

  

  

Kamis, 30 Oktober 2008

AnehDot Kemiskinan

 

 

Ada sebuah anekdot tentang anak kota yang tidak mengerti tentang kemiskinan. Ceritanya sebagai berikut:

Ada anak orang kaya yang mendapat tugas dari gurunya. Tugasnya adalah membuat sebuah karangan yang bercerita mengenai sebuah keluarga miskin. Sang anak pun menulis,’Pada suatu hari (waktu masih belajar mengarang kita seringkali memulai karang dengan penggalan kata ini) ada sebuah keluarga. Keluarga ini sangat miskin. Mereka memiliki pembantu yang miskin sekali. Sopirnya juga miskin sekali. begitu juga dengan tukang cuci, dan tukang kebunnya. Mereka semua miskin.”

Lucukah? Jika anda merasa cerita ini lucu, saya rasa karena disebabkan oleh adanya inkongruensi. Keadaan yang tidak kongruen/sesuai dengan kenyataan. Mungkin kita berpikir, mana ada keluarga miskin seperti ini. Kok bisa ya ada anak yang saking tidak mengertinya apa itu miskin, bagaimana keadaan orang miskin, bisa membuat karangan tentang orang miskin seperti di atas. Bukankah seharusnya orang miskin tidak mungkin bisa memiliki pembantu, bahkan sekaligus punya sopir, tukang cuci, dan tukang kebun. Keadaan tidak kongruen yang tercipta dalam anekdot di atas menyebabkan timbulnya kelucuan bagi kita.

Tapi kali ini saya menyadari bahwa apa yang diceritakan sang anak bukanlah sesuatu yang berbeda jauh dengan kenyataan. Mungkin saja benar. Dan ternyata ada benarnya juga. Ada sebuah buku yang saya lupa judul dan pengarangnya siapa. Yang jelas saya ingat buku itu berkisah tentang pengalaman seseorang di kala ia masih kecil. Penulis itu menceritakan keadaannya pada masa-masa awal kemerdekan Republik ini. Dia adalah seorang anak ningrat. Ayahnya sempat menjabat sebagai walikota. Ayahnya tidak mau bekerja sama dengan penjajah. Sikap ayahnya membuat keluarga mereka harus menerima keadaan ekonomi keluarga yang sulit. Meski demikian sulitnya ekonomi keluarga, bahkan ketika terjadinya agresi militer Belanda, mereka tetap memiliki pembantu. Tidak hanya satu orang, tetapi beberapa orang yang memiliki tugas-tugas yang berbeda. Yah, mungkin kita tidak akan merasa heran kalau melihat kasta keluarga tersebut sebagai golongan ningrat Jawa, yang tentunya memiliki abdi dalem tersendiri. Namun tetaplah anekdot di atas sesuai dengan keadaan mereka. “Ada sebuah keluarga. Keluarga ini sangat miskin. Mereka memiliki pembantu yang miskin sekali. Sopirnya juga miskin sekali. Begitu juga dengan tukang cuci, dan tukang kebunnya. Mereka semua miskin.”

Satu kisah lagi berasal dari Jepang. Cerita tentang seorang samurai miskin. Samurai tersebut hanyalah pegawai rendahan, bergaji kecil (hanya 50 koku), punya dua anak kecil, seorang ibu yang sudah pikun, sedangkan istrinya meninggal karena sakit. Konon sakitnya tidak bisa sembuh karena keadaan mereka yang terlalu miskin. Selain itu, dia juga memiliki terlibat hutang, terutama hutang untuk membiayai pemakaman istrinya. Meski demikian miskinnya, sang Samurai memiliki pembantu. Pembantunya selalu siap melakukan apa pun tugas yang ia berikan. Nah, bagaimana kondisi pembantu sang Samurai? Dapatlah kita gambarkan dengan cerita anekdot di atas. ”Ada seorang Samurai yang sangat miskin. Dia memiliki pembantu yang miskin sekali.  

humor in Surgery

Humor in Surgery
 
1. Richard, a 62-year-old diabetic was admitted for amputation of 
three toes on his right foot. When prepping him for surgery,
 the circulating nurse discovered that he'd written on his lower left leg,
 "It's my OTHER right foot!"
(Buxman, 2008)

 

2. Seorang gadis yang akan dioperasi diam diam menempelkan sebuah catatan di atas dinding perutnya. Catatan kecil yang ditujukan kepada dokter itu berbunyi:

 “Saat Anda mengeluarkan tumorku, tolong angkat juga tahi lalat di hidungku. Karena aku mau jadi bintang film, dan tahi alat itu harus dihilangkan. Sampai jumpa.”

(Metcalf & Felible, 1992)

Selasa, 30 September 2008

Malingsia ngelawak

pernah gw ditawarin bokap beasiswa S2 di Malaysia. gw dengan songongnya menolak. gw g mw berhubungan mesra dengan tetangga kita yang satu ini. penyebabnya? tentu aja karena gw sebel banget sama kelakuan mereka. mulai dari perlakuan tak manusiawi terhadap warga kita di sana, apalgi terhadap para TKI, sampe klaim seenak perutnya terhadap harta milik Bangsa kita (dari pulau, blok minyak, batik, reog, sampe lagu daerah diembat semua). dulu mereka belajar banyak ke kita, sampe2 di Bandung ada asrama khusus mahasiswa malay yang belajar di ITB. sekarang? murid ga tau diri, ga tau malu. guru kencing berdiri, murid kencing berlari, WCnya apa rusak kali ya? sebel! pokonya sebel...
sampe suatu ketika, beberapa hari yang lalu, ada sesuatu yang membuat gw rada melunak. heh, bukan karena Puan Melayu ya! tapi karena Upin dan Ipin. yup, pelem kartun tea. lucu. gw pikir humor yang dipertontonkan cukup intelek dan berbobot. ga kaya sinetron kita yang makin ngaco ga jelas (si entong, faiz faizah, etc). gw kira serial Upin & Ipin yang durasinya  cuma sekitar 5menitan memiliki muatan  pendidikan yang  bermanfaat. selain itu, kartun ini tidak  menunjukkan kemewahan, malahan yang ada adalah  kehidupan desa pinggiran sederhana. maenan anak2nya pun bikin kangen masa kecil. dari tarik-tarikan pelepah palem sampe ngejar-ngejar ayam. jadi? gw unduh d videonya. hwehehe777...
tiba-tiba terlintas sebuah ide dalam kepala gw. untuk membalas dendam. yuk kita klaim aja Upin&Ipin sebagai karya kita....
hwahahaha.....
takbiran ah....

Malingsia ngelawak

Selasa, 02 September 2008

Humor of the week

Alkisah si Fulan sedang berjalan menuju masjid ut menunaikan shalat dhuhur berjamaah. Untuk sampai ke masjid dia harus melewati kebun kurma. Saat melintas kebun itu, dia melihat seseorang sedang berada di atas salah satu pohon kurma yang buahnya sudah matang. Si Fulan pun menegur orang itu"Hey keledai! Tak tahukah kamu kalau adzan sudah berkumandang? Turunlah segera untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid!"
Akan tetapi, yang ditegur tak menggubris dan meneruskan pekerjaanñ memanen kurma. Si fulan pun kesal, lalu memalingkan wajahnya dan menutupi mukanya dengan sorbannya. Dia berlalu meninggalkan orang tersebut menuju masjid. Orang itu pun mengiringi kepergian si fulan dengan pandangan sinis
Ketika waktu ashar tiba, si fulan melewati kebun kurma itu lagi. Sekali lagi didapatinya seseorang sedang berada di atas salah satu pohon asik memanen kurmanya
Fulan kembali menegur, tetapi dengan cara yang berbeda
"Assalamualaikum, wahai Paman. Bagaimana panen kali ini?"
Orang itu pun menjawab,"Waalaikumussalam. Seperti yang kau lihat, panen kali ini melimpah, Alhamdulillah."
"Alhamdulillah. Wahai Paman, alangkah baiknya engkau turun dulu, adzan sudah berkumandang."
Orang itu pun segera turun. Sesampainya di bawah orang itu berkata,"Alangkah baiknya akhlakmu wahai anak muda. Berbeda sekali dengan orang yg lewat siang tadi, dia malah memakiku, memanggilku keledai. Marilah kita bersama-sama ke masjid."



Moral of the story:
- kalau kamu memaki orang lain, jangan sampai orang itu mengenalimu. Tutup mukamu kaya si fulan, kalo perlu pake topeng
- Hati-hatilah ketika menyapa, menegur, atau memanggil orang lain. Gunakanlah sapaan yang pas. Jangan pernah manggil orang yang lagi manjat pohon dengan panggilan 'keledai'. Dia g akn setuju. Coba pikir, mana ada keledai yang bisa manjat pohon? Kalau monyet, beruk, tupai, tentu lebih pas
- .....silakan tambahkan sendiri